Aku Menulis Email Terakhir, Tapi Isinya Hanya Kata "Maaf" Aroma teh melati memenuhi apartemen minimalis itu, kontras dengan bada...

Cerita Populer: Aku Menulis Email Terakhir, Tapi Isinya Hanya Kata “maaf” Cerita Populer: Aku Menulis Email Terakhir, Tapi Isinya Hanya Kata “maaf”

Cerita Populer: Aku Menulis Email Terakhir, Tapi Isinya Hanya Kata “maaf”

Cerita Populer: Aku Menulis Email Terakhir, Tapi Isinya Hanya Kata “maaf”

Aku Menulis Email Terakhir, Tapi Isinya Hanya Kata "Maaf"

Aroma teh melati memenuhi apartemen minimalis itu, kontras dengan badai yang bergemuruh di dalam diri Meilan. Di luar, hujan mencambuk jendela, persis seperti cambukan masa lalu yang dulu merobek hatinya. Dulu, Meilan adalah bunga teratai di kolam keluarga Zhang, cantik dan rapuh, dijanjikan untuk kebahagiaan abadi. Tapi keluarga Li, dengan kekuasaan menggurita dan ambisi membara, menghancurkan impian itu. Suaminya, Li Wei, putra mahkota kerajaan bisnis Li, mencuri segalanya: kehormatan, cinta, dan senyumnya.

Meilan masih ingat sentuhan pertamanya dengan Li Wei, tatapan dingin yang terselubung pesona. Awalnya, ia terpesona. Ia percaya janji-janji manis tentang kehidupan mewah dan perlindungan. Namun, Meilan segera menyadari bahwa dirinya hanya pion dalam permainan kekuasaan. Li Wei menggunakannya untuk mengamankan aliansi dengan keluarga Zhang, lalu mencampakkannya seperti boneka usang ketika aliansi itu tak lagi berguna.

Lima tahun berlalu. Meilan yang dulu telah mati. Sekarang, ia adalah bayangan yang lebih kuat, dilahirkan kembali dari abu. Lukanya telah menjadi urat-urat emas yang menghiasi hatinya, membuatnya lebih kuat dari sebelumnya. Ia belajar berbisnis, menyerap setiap informasi seperti spons, menggunakan kecerdasannya yang dulu diremehkan untuk membangun kerajaan sendiri. Sekarang, namanya berbisik di antara para elit, bukan sebagai istri yang ditinggalkan, tapi sebagai pemain yang harus diperhitungkan.

Setiap hari, Meilan memandangi pantulan dirinya di cermin. Bukan lagi gadis yang ketakutan, tapi wanita dengan mata setajam pisau dan senyum semanis madu. Ia memahami bahwa balas dendam terbaik bukan dengan kekerasan, melainkan dengan mengungguli mereka. Ia akan membuat Li Wei menyesal telah meremehkannya, bukan dengan teriakan, melainkan dengan keheningan yang mematikan.

Malam ini, diiringi suara hujan yang tak henti-hentinya, Meilan menyelesaikan email terakhirnya. Bukan surat cinta, bukan juga surat ancaman. Hanya satu kata: "Maaf." Dikirimkan kepada Li Wei, yang kini bangkrut dan ditinggalkan semua orang, email itu adalah pernyataan final kemenangannya.

Ia tersenyum tipis. Balas dendamnya bukan tentang menghancurkan, melainkan tentang membebaskan diri. Ia telah membangun istananya sendiri, bukan dari emas dan permata, tapi dari kekuatan dan ketenangan.

Sambil mengenakan gaun sutra merah yang berkilauan, Meilan menatap cakrawala kota dari jendelanya, dan tahu bahwa ini hanyalah awal... perjalanan yang baru saja dimulai dengan aroma teh melati dan kekuatan baja.

Kini, ia akan melanjutkan, bukan sebagai ratu yang diturunkan dari tahta, tapi sebagai kaisar bagi dirinya sendiri.

You Might Also Like: Unveiling Curious Enigma Do Rats Bear

0 Comments: