Hujan menggigil di luar jendela, persis seperti malam itu, sepuluh tahun lalu. Aroma tanah basah bercampur dengan keharuman teh pahit yang mengepul dari cangkir porselen di tangan Xiao Lan. Setiap tetes hujan yang menghantam genting seolah membisikkan pengkhianatan, menggemakan kata-kata yang dulu diucapkan Lian, kekasihnya, lalu ditarik kembali dengan kejam.
Cahaya lentera di sudut ruangan nyaris padam, bayangannya menari-nari di dinding seperti kenangan yang patah. Xiao Lan menyesap tehnya perlahan. Aroma aneh menyengat hidungnya, aroma yang familier namun mengerikan. Ia tahu. Ia Tahu.
"Lian... kau pikir aku tidak akan tahu?" bisiknya pada ruang kosong.
Lian, dengan mata teduh yang dulu selalu menatapnya penuh cinta, kini berdiri di ambang pintu. Di wajahnya tergambar kerutan penyesalan, guratan waktu yang mengkhianati usia mudanya.
"Xiao Lan..." suaranya serak, tertelan oleh deru hujan. "Maafkan aku."
Maaf? Bisakah maaf mengembalikan hatinya yang hancur berkeping-keping? Bisakah maaf menghapus malam itu, ketika ia mendapati Lian berlutut di hadapan Kaisar, bersumpah setia dan melepaskan genggamannya darinya?
"Aku mencium racun dari cangkirku," gumam Xiao Lan, suaranya tenang namun menusuk. "Tapi rasanya... seperti kepulangan."
Di mata Lian, terpancar kebingungan. Ia maju selangkah, mengulurkan tangan. Xiao Lan mundur. Di antara mereka, terbentang jurang pengkhianatan, terlalu dalam untuk dijembatani.
"Kau tidak mengerti, Xiao Lan," ujar Lian putus asa. "Aku melakukan ini untukmu! Untuk melindungimu!"
Xiao Lan tertawa hambar. "Melindungiku? Dengan menikahi putri Kaisar? Dengan menukar cintaku dengan kekuasaan?!"
Ia menatap Lian, tatapan mata yang dulu penuh kasih, kini sedingin es. "Kau tahu, Lian, aku selalu mengagumi kemampuanmu berbohong. Tapi kau lupa satu hal..."
Ia mengangkat cangkir porselen itu, menunjukkan cairan teh yang tersisa. Bau racun semakin menyengat.
"Aku belajar banyak darimu."
Lian terhuyung mundur, wajahnya pucat pasi. Ia menyadari terlalu lambat. Ia telah berjalan tepat ke dalam jebakan yang telah dirancang Xiao Lan selama sepuluh tahun.
"Kenapa, Xiao Lan? Kenapa kau melakukan ini?"
Hujan semakin deras, menenggelamkan suara Lian. Xiao Lan mendekat, berbisik di telinganya.
"Dulu kau bertanya padaku, apa arti cinta sejati bagiku. Sekarang, kau akan tahu."
Lian jatuh berlutut, mencengkeram dadanya. Ia tercekik. Xiao Lan memandangnya tanpa ampun.
"Kau pikir aku menderita selama ini, Lian? Kau salah. Aku hanya menunggu waktu yang tepat. Dan sekarang... waktunya telah tiba."
Lian menatap Xiao Lan, matanya memohon ampun. Xiao Lan tidak bergeming. Di balik tatapan dinginnya, tersimpan rahasia yang telah lama terkubur.
"Kau tahu, Lian..." bisik Xiao Lan, dengan nada yang membuat darah Lian membeku. "... Putri Kaisar yang kau nikahi itu... adalah adikku."
You Might Also Like: Jual Produk Skincare Lotase Original_19
0 Comments: