Hujan malam itu, sama derasnya dengan air mata yang membasahi pipi Lan Wangji. Di beranda paviliun yang remang, di bawah tatapan sinis remb...

Cerpen Seru: Kau Bilang Ini Cinta Terlarang, Tapi Kita Tetap Menulisnya Setiap Malam Cerpen Seru: Kau Bilang Ini Cinta Terlarang, Tapi Kita Tetap Menulisnya Setiap Malam

Cerpen Seru: Kau Bilang Ini Cinta Terlarang, Tapi Kita Tetap Menulisnya Setiap Malam

Cerpen Seru: Kau Bilang Ini Cinta Terlarang, Tapi Kita Tetap Menulisnya Setiap Malam

Hujan malam itu, sama derasnya dengan air mata yang membasahi pipi Lan Wangji. Di beranda paviliun yang remang, di bawah tatapan sinis rembulan, ia menemukan Wei Wuxian. Bukan sosok ceria yang selalu menggodanya, bukan pula Wei Ying yang berani melawan aturan. Ini hanyalah serpihan Wei Wuxian, rapuh dan berdarah, bersandar lemah di pilar kayu.

Lima belas tahun mereka bersembunyi di balik tatapan dingin, di balik senyum sinis, di balik dendam yang membara. Lima belas tahun KITA menulis kisah terlarang ini, di setiap tatapan curi, di setiap pertemuan rahasia di balik hutan bambu. Lima belas tahun... dan kini, Wei Wuxian berdarah di hadapannya.

"Lan Zhan..." Suara Wei Wuxian parau, nyaris tak terdengar. "Aku... aku tak punya waktu lagi."

Luka di dadanya menganga, merah pekat di bawah cahaya obor. Lan Wangji berlutut, hatinya remuk seperti kaca yang terhempas ke batu. Janji. Janji yang ia ukir di hatinya bertahun-tahun lalu, janji untuk melindungi Wei Ying, janji untuk selalu bersamanya, semua janji itu dilanggar malam ini.

"Jangan bicara," bisik Lan Wangji, berusaha menahan getar suaranya. Ia meraih tangan Wei Wuxian, dingin dan lemah. "Aku akan membawamu ke tempat aman."

Wei Wuxian menggeleng lemah. "Terlambat, Lan Zhan. Terlalu terlambat." Ia tersenyum getir, senyum yang merobek jantung Lan Wangji. "Kau tahu, bukan? Mereka semua tahu."

Dan di saat itulah, Lan Wangji mengerti. Ini bukan sekadar serangan biasa. Ini adalah jebakan. Pengkhianatan. Konspirasi yang dirancang dengan cermat untuk menghancurkan Wei Wuxian, untuk menghancurkan mereka. Penyesalan menghantamnya seperti gelombang pasang, menenggelamkan dirinya dalam lautan kepedihan.

"Aku... aku minta maaf," bisik Wei Wuxian, napasnya tersengal. "Maaf karena mencintaimu. Maaf karena menyeretmu dalam kekacauan ini. Maaf..."

"Jangan!" Lan Wangji mencengkeram tangannya erat. "Jangan minta maaf. Jangan pernah."

Wei Wuxian tersenyum lagi, senyum yang semakin pudar seiring dengan hilangnya denyut nadinya. "Jaga dirimu, Lan Zhan. Jaga Zewu-jun..."

Lalu, matanya terpejam. Wei Wuxian pergi.

Lan Wangji meraung dalam hati. Rasa sakitnya tak tertahankan, lebih dalam dan lebih perih dari luka apapun. Ia memeluk erat tubuh Wei Wuxian, air matanya membasahi jubahnya. Lima belas tahun ia bersembunyi. Lima belas tahun ia menyangkal. Lima belas tahun... dan kini, semua sia-sia.

Beberapa bulan kemudian, di sebuah perjamuan mewah yang diadakan untuk merayakan keberhasilan sekte-sekte utama dalam membasmi "ancaman" Wei Wuxian, Lan Wangji hadir. Tidak ada kesedihan di matanya, hanya ketenangan yang membekukan. Ia hanya mengangkat gelas, memberikan hormat, lalu meneguk anggur. Anggur yang sama, yang telah diracik dengan racun mematikan. Racun yang tidak akan menimbulkan luka, tidak akan menimbulkan kecurigaan. Hanya akan menghentikan jantung secara perlahan dan damai.

Tak seorang pun menyadari bahwa malam itu, banyak yang menyesap gelas terakhir mereka. Tak seorang pun tahu bahwa malam itu, takdir sedang berbisik. Balas dendam tak perlu pedang atau teriakan. Kadang, keadilan hanya membutuhkan waktu dan sebuah gelas anggur.

Malam itu, Lan Wangji pulang ke Jingshi, memandangi langit yang mulai bertabur bintang. Kisah mereka, kisah yang katanya terlarang, akhirnya selesai ditulis. Tinggal satu pertanyaan yang menghantuinya: apakah cinta yang membawanya pada dendam, atau dendam yang menyamar menjadi cinta?

You Might Also Like: Master Organic Chemistry With Final

0 Comments: